Jumat, 13 Maret 2009

TAFSIR QURAN SURAT AL-RUM (30) AYAT 30
Oleh: Mohamad Erihadiana

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.[1]

Allah menciptakan bagi manusia sesuatu yang disebut fithrah sehingga ia memiliki naluri alamiah (al-naz’ah al-fithriyyah) untuk mengenal Allah SWT dan beriman kepada-Nya, mengesakan-Nya, dan mendekatkan diri kepada-Nya dengan beribadah, berlindung dan meminta pertolongan kepada-Nya dari berbagai kesulitan dan bahaya. Makna ayat فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدّينِ حَنِيفاً adalah hadapkanlah wajahmu (wahai Muhammad) kepada al-din al-hanif yang telah menciptakannya Allah sebagai fithrah.
Al-Qurtubi mengomentari ayat ini dengan mengatakan bahwa dalam penciptaan manusia dengan segala tabiat yang membentuknya sudah terdapat naluri alamiah yang berupa pengetahuan mengenai ciptaan Allah dan dalil-dalil mengenai wujud Allah, keimanan, dan keesaan-Nya.[2] Sedangkan al-Thabari mengutip pendapat Mujahid dan Ikrimah menyatakan bahwa yang dimaksud ayat فِطْرَةَ اللهِ الَّتِي فَطَر النَّاسَ عَلَيْها adalah al-Islam.[3]
Pada ayat lain Allah SWT juga berfirman dalam ayat al-Quran,
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan)".[4]

Ayat ini juga menjadi dalil bahwa manusia lahir dengan naluri atau kecenderungan alamiah untuk mengenal Allah SWT, mengimani-Nya, dan mengesakan-Nya (fithrah). Allah menjelaskan bahwa manusia ketika berada di alam dzar yaitu alam sebelum kehidupan dunia sudah bersaksi atas kerububiyyahan Allah SWT sehingga nanti pada hari kiamat mereka tidak menjadi orang yang lalai terhadap hal itu.[5]
Hadits Rasulullah SAW juga menjelaskan bahwa manusia dilahirkan dengan fithrah dan agama yang lurus.

عن أبي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أنَّ النَّبِيّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَا تُنْتَجُ الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً جَمْعَاءَ هَلْ تُحِسُّونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ ثُمَّ يَقُولُ أَبُو هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا َ
Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Nabi SAW bersabda tidak seorang anak dilahirkan kecuali dilahirkan dengan ”fitrah”, kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi sebagaimana hewan dilahirkan dengan tubuh yang sempurna, apakah kamu melihat padanya ada kekurangan. Kemudian Abu Hurairah r.a mengutip firman Allah SWT. ” (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.”[6]

Hadits ini menjelaskan bahwa anak yang lahir dilahirkan dalam keadaan fithrah yaitu al-din al-hanif. Perubahan yang terjadi padanya adalah karena pengaruh orang tuanya , faktor pendidikan, dan lingkungan yang membentuknya. Terutama orang tua, merekalah yang melemahkan fitrah yang dibawa sejak lahir, dan orang tua pulalah yang menguatkan fitrah itu dengan agama yang diajarkan kepada anak-anak dan kemudian akan membentuk mereka.
Rasulullah SAW bersabda dalam hadits yang lain.
كُلُّ نَسَمَةٍ تُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ حَتَّى يُعْرِبَ عَنْهَا لِسَانُهَا فَأَبَوَاهَا يُهَوِّدَانِهَا ويُنَصِّرَانِهَا
Setiap jiwa yang dilahirkan memiliki fitrah hingga ia bisa berbicara, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi atau Nasrani.[7]

Seorang anak, bagaimanapun memiliki kecenderungan alamiah untuk mengimani Allah dan mengesakan-Nya. Naluri ini akan tumbuh subur melalui pengajaran, pengarahan, dan petunjuk dari orang-orang yang membantunya melalui pendidikan. Dua hadits Rasulullah SAW di atas menyatakan bahwa pendidikan akan mengarahkan anak untuk belajar agama Islam, Yahudi, atau Majusi. Sedangkan agama adalah naluri alamiah sebagai fithrah al-insan sebagaimana juga lingkungan yang dikondisikan dapat membentuk pribadi manusia.
Rasulullah SAW mengisyaratkan bahwa amanah yang berupa keyakinan tauhid dan ubudiyah kepada Allah SWT adalah berupa al-fithrah yang ada dalam hati manusia. Hal itu dijelaskan melalui sabdanya berdasarkan riwayat dari Hudzaifah ibnu Yaman.
حَدَّثَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَدِيثَيْنِ رَأَيْتُ أَحَدَهُمَا وَأَنَا أَنْتَظِرُ الْآخَرَ حَدَّثَنَا أَنَّ الْأَمَانَةَ نَزَلَتْ فِي جَذْرِ قُلُوبِ الرِّجَالِ ثُمَّ عَلِمُوا مِنْ الْقُرْآنِ ثُمَّ عَلِمُوا مِنْ السُّنَّةِ ....
Rasulullah SAW telah mengatakan kepada kami dua perkara yang salah satunya sudah saya ketahui dan aku menunggu perkataan berikutnya. Beliau mengatakan kepada kami sesungguhnya amanah itu berasal dari lubuk hati seseorang, kemudian ia mengetahuinya dari al-Quran setelah itu dari al-Sunnah ...[8]

Hadits tersebut selain menyebutkan bahwa kecenderungan alamiah bertauhid kepada Allah itu berada di lubuk hati manusia, juga menjelaskan bahwa naluri beragama juga membutuhkan bantuan melalui pembelajaran dari lingkungannya untuk membentuk pribadi seseorang. Al-Quran al-Karim dan al-Sunnah al-Nabawiyyah telah mengajarkan dan menjelaskan naluri alamiah beragama disertai pertumbuhan dan perkembangannya. Anak harus memperoleh pengajaran dari lingkungan sekitarnya dengan pengajaran dan penjelasan yang benar tentang aqidah yang lurus melalui pendidikan Islami didasarkan kepada al-Quran dan al-sunnah.
Rasulullah SAW mengisyaratkan tentang pengaruh syetan yang seringkali menggoda manusia agar menyimpang dari agama yang lurus. Hal itu dijelaskan oleh hadits Rasulullah SAW dari Iyadh Ibnu Himar.
إِنَّ رَبِّي أَمَرَنِي أَنْ أُعَلِّمَكُمْ مَا جَهِلْتُمْ مِمَّا عَلَّمَنِي يَوْمِي هَذَا كُلُّ مَالٍ نَحَلْتُهُ عَبْدًا حَلَالٌ وَإِنِّي خَلَقْتُ عِبَادِي حُنَفَاءَ كُلَّهُمْ وَإِنَّهُمْ أَتَتْهُمْ الشَّيَاطِينُ فَاجْتَالَتْهُمْ عَنْ دِينِهِمْ وَحَرَّمَتْ عَلَيْهِمْ مَا أَحْلَلْتُ لَهُمْ وَأَمَرَتْهُمْ أَنْ يُشْرِكُوا بِي مَا لَمْ أُنْزِلْ بِهِ سُلْطَانًا ......
Sesungguhnya Tuhanku memerintahkanku untuk mengajarkan kepada kamu sesuatu yang kamu tidak tahu. Dari apa yang Dia ajarkan kepadaku adalah: ”Setiap harta yang Aku berikan kepada seorang hamba adalah halal. Dan seseungguhnya Aku telah menciptakan hamba-hamba yang lurus seluruhnya. Namun syetan datang kepada mereka dan memalingkan mereka dari agama mereka, sehingga mereka halalkan sesuatu yan aku haramkan dan syetan telah memerintahkan mereka supaya syirik kepada-Ku dengan sesuatu yang tidak memiliki kekuasaan ....[9]

[1] Qs. Al-Rum (30) ayat 30
[2] Al-Qurtubi, juz 4 hal 129
[3] Al-Thabari, Juz 20 hal. 97 (al-Thabari, Ibnu Katsir, al-Qurthubi dan lain-lain menggunakan huruf ta marbutah dalam kata fitrah sedangkan dalam al-Quran mushaf ustmani menggunakan ta biasa)
[4] Qs. Al-A’raf (7) ayat 172
[5] Muhammad Ustman Najati, ha. 32
[6] Sahih Bukhari, Hadits no. 1270. Diriwayatkan pula oleh Muslim, Abu dawud dan Tirmidzi
[7] Meriwayatkan Ahmad berdasarkan riwayat dari Aswad ibn Sari’
[8] HR. Bukhari, Hadits no. 6016
[9] HR. Muslim, Hadits no. 5109

Tidak ada komentar:

Posting Komentar