Minggu, 01 Mei 2011

Khalifah

TAFSIR SURAT AL-BAQARAH AYAT 30
Oleh: Mohamad Erihadiana

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."


Makna Khalifah menurut Bahasa
Khalifah berasal dari kata khalafa. Menurut Ibn al-Manzhur (Lisân al-‘Arab, I/882, 883, pasal Khalafa), Istakhlafa fulân min fulân (Seseorang mengangkat si fulan), artinya ja'alahu makanahu (Ia menetapkan Fulan menduduki posisinya). Khalafa fulân[un] fulân[an] idzâ kâna khalîfatuhu (Fulan menggantikan si fulan jika dia adalah khalifah (pengganti)-nya). Dikatakan, Khalaftu fulân[an] (Aku menggantikan fulan); akhlufuhu takhlîfan (Aku menggantikannya sebagai pergantian); Istakhlaftuhu ana ja’altuhu khalîfati wa astakhlifuhu (Aku mengangkatnya, aku menetapkan sebagai penggantiku dan aku mengangkatnya).
Jadi, menurut bahasa, khalîfah adalah orang yang mengantikan orang sebelumnya; pengganti yang menggantikan umat atau pemimpin terdahulu; menggantikan malaikat untuk mengurus bumi atau mendapat amanah dari Allah untuk mengelola bumi. Imam Sibawaih mengatakan, khalîfah jamaknya khalâ’if, sedangkan.menurut Imam Ath-Thabari khalifah jamaknya adalah khulafâ’. Makna bahasa inilah yang menjadi alasan mengapa as-sulthân al-a‘zham (penguasa besar umat Islam) disebut sebagai khalifah, karena dia menggantikan penguasa sebelumnya, lalu menggantikan posisinya (Tafsir Ath-Thabari, I/199).

Khalifah di dalam al-Quran
Al-Quran menyebut kata khalîfah dalam bentuk tunggal terulang dua kali yaitu dalam Al-Baqarah ayat 30 dan Shad ayat 26. Sedangkan bentuk plural/jamaknya terdiri dari dua bentuk, yaitu: (a) Khalaif yang terulang sebanyak empat kali, yakni pada surah Al-An'am 165, Yunus 14, 73, dan Fathir 39. (b) Khulafa' terulang sebanyak tiga kali pada surah Al-A'raf 7:69, 74, dan Al-Naml 27:62. Keseluruhan kata tersebut berakar dari kata khulafa' yang pada mulanya berarti "di belakang". Dari sini, kata khalifah seringkali diartikan sebagai "pengganti" (karena yang menggantikan selalu berada atau datang di belakang, sesudah yang digantikannya).
Al-Raghib Al-Isfahani, dalam Mufradat li Alfaz Al-Qur'an, menjelaskan bahwa menggantikan yang lain berarti melaksanakan sesuatu atas nama yang digantikan, baik bersama yang digantikannya maupun sesudahnya. Lebih lanjut, Al-Isfahani menjelaskan bahwa kekhalifahan tersebut dapat terlaksana akibat ketiadaan di tempat, kematian, atau ketidakmampuan orang yang digantikan, dan dapat juga akibat penghormatan yang diberikan kepada yang menggantikan.

Munasabah
Nabi Daud a.s. sebagaimana diceritakan oleh al-baqarah 251, sesudah berhasil membunuh jalut:

Mereka (tentara Thalut) mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah dan (dalam peperangan itu) Daud membunuh Jalut, Kemudian Allah memberikan kepadanya (Daud) pemerintahan dan dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya.

Dalam Qs. Shad ayat 26, kemudian Allah Berfirman:
Hai Daud, Sesungguhnya kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, Maka berilah Keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, Karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, Karena mereka melupakan hari perhitungan.

Berdasarkan dua ayat tersebut, kekhalifahan yang dianugerahkan kepada Daud a.s. bertalian dengan kekuasaan mengelola wilayah tertentu. Hal ini diperolehnya berkat anugerah Ilahi yang mengajarkan kepadanya al-hikmah dan ilmu pengetahuan. Makna "pengelolaan wilayah tertentu", atau katakanlah bahwa pengelolaan tersebut berkaitan dengan kekuasaan politik, dipahami pula pada ayat-ayat yang menggunakan bentuk khulafa’ (Perhatikan Al-A'raf 7:69, 74, dan Al-Naml 27:62).
Berbeda dengan kata khala'if, yang tidak mengesankan adanya kekuasaan semacam itu, sehingga pada akhirnya kita dapat berkata bahwa sejumlah orang yang tidak memiliki kekuasaan politik dinamai oleh Al-Quran khala'if; tanpa menggunakan bentuk mufrad (tunggal). Tidak digunakannya bentuk mufrad untuk makna tersebut agaknya mengisyaratkan bahwa kekhalifahan yang diemban oleh setiap orang tidak dapat terlaksana tanpa bantuan orang lain, berbeda dengan khalifah yang bermakna penguasa dalam bidang politik itu. Hal ini dapat mewujud dalam diri pribadi seseorang atau diwujudkannya dalam bentuk otoriter atau diktator.
Ditemukan persamaan-persamaan Al-Baqarah ayat 30, yang menggunakan kata khalifah untuk Adam as., dengan ayat yang membicarakan Daud a.s., baik persamaan dalam redaksi maupun dalam makna dan konteks uraian. Adam juga dinamai khalifah. Beliau, sebagaimana Daud, juga diberi pengetahuan --Wa 'allama Adam al-asma' kullaha-- yang kekhalifahan keduanya berkaitan dengan Al-Ardha: Inni ja'il fi al-ardhi khalifah (Adam) dan Ya Daud inna Ja'alnaka khalifatan fi al-ardh (Daud).
Adam dan Daud keduanya digambarkan oleh Al-Quran sebagai pernah tergelincir tetapi diampuni Tuhan. (Baca masing-masing QS 2: 36, 37, dan QS 38:22-25).

Kesimpulan
1. Kata khalifah digunakan oleh Al-Quran untuk siapa yang diberi kekuasaan mengelola wilayah, baik luas maupun terbatas. Dalam hal ini Daud (1000-947 S.M.) mengelola wilayah Palestina, sedangkan Adam secara potensial atau aktual diberi tugas mengelola bumi keseluruhannya pada awal masa sejarah kemanusiaan.
2. Bahwa seorang khalifah berpotensi, bahkan secara aktual, dapat melakukan kekeliruan dan kesalahan akibat mengikuti hawa nafsu. Karena itu, baik Adam maupun Daud diberi peringatan agar tidak mengikuti hawa nafsu. (Baca QS 20:16, dan QS 38:26).
3. Pengangkatan Adam sebagai khalifah dijelaskan oleh Allah dalam bentuk tunggal inni (sesungguhnya Aku) dan dengan kata ja'il yang berarti akan mengangkat. Sedangkan pengangkatan Daud dijelaskan dengan menggunakan kata inna (sesungguhnya Kami) dan dengan bentuk kata kerja masa lampau ja'alnaka (Kami telah menjadikan kamu). Wallahu ’alam bis Shawab