Kamis, 14 Mei 2009

MENGEMBANGKAN SENI ISLAMI: SEBUAH PENGANTAR

Oleh: Mohamad Erihadiana, M.Pd

A. Pendahuluan

Mayoritas kita (muslim) sudah dapat dipastikan akan mengatakan bahwa Islam sama sekali tidak bertentangan apalagi melarang seni. Sejumlah argumen, baik naqliyah, maupun aqliyah, dikemukakan untuk memperkuat pendapat tersebut. Akan tetapi, harus diakui kalau umat Islam belum pernah memiliki satu lembaga yang formal dan sistematis untuk melakukan kajian tentang seni secara komprehensif. Karena itulah, sampai sekarang kita belum memiliki konsep yang mapan dan jelas tentang konsep seni Islam (Islami).

Konsep tentang seni Islam (Islami), setidaknya mencakup tiga aspek yaitu:

  1. Konsep filosofis (estetika atau filsafat seni Islam, yang merumuskan batasan nilai keindahan sesuai ajaran Islam);
  2. Konsep teoritis (sejarah, struktur dan klasifikasi: apakah ada seni Islam ataukah hanya ada seni Muslim);
  3. Konsep praktis (kajian tentang teknik-teknik per bidang) maupun apresiasi (kritik seni yang mengkaji perkembangan seni Islam dalam hubungannya dengan perkembangan masyarakat Muslim).

Akibatnya, seni di dunia Islam seakan terkucilkan dari perkembangan seni dari masyarakat yang lebih luas karena tidak adanya instrumen untuk mengkomunikasikannya.

Seni adalah salah satu dari tujuh aspek integral–di samping sistem agama, pengetahuan, bahasa, ekonomi, teknologi, dan sosial– penyusun sebuah kebudayaan. Ia berkembang saling mempengaruhi secara simultan dengan keseluruhan kebudayaan yang bersangkutan. Islam sebagai sebuah sistem kebudayaan yang lengkap, dan bukan hanya sekadar sistem teologi, sebenarnya memiliki aspek seni yang berkembang seiring perkembangan umat. Namun, aspek ini sering terabaikan sehingga pemikiran seni dalam dunia Islam seolah tidak pernah muncul.

B. Seni: Realita dalam Kehidupan

Bagaimana hukum tentang seni, boleh, makrūh atau harām? Dalam praktek kehidupan sehari-hari, disadari atau tidak, kita telah lama terlibat dengan masalah seni. Bahkan sekarang seni telah dianggap sebagai gaya hidup.

Media, baik bacaan, audio dan audiovisual telah telah lama mempengaruhi kehidupan kita dan anak-anak kita. Belum lagi, Tempat-tempat hiburan (ma‘shiat) seperti "klub malam", bioskop dan panggung pertunjukkan jumlahnya sangat banyak dan telah mewarnai kehidupan. Banyak orang mencari kesenangan dengan bernyanyi, menari bersama sambil berjoget tanpa mempedulikan lagi hukum halāl-harām.

Cabang seni yang paling dipermasalahkan adalah nyanyian, musik,tarian, serta film/sinetron. Semua itu telah menjadi bagian yang penting dalam kehidupan modern sekarang ini karena semua cabang seni ini dirasakan langsung telah merusak akhlaq dan nilai-nilai keislāman. Adanya dampak negatif dari bidang kesenian menyebabkan banyak orang bertanya-tanya, Bagaimana pandangan Islam terhadap seni budaya? bagaimana pandangan hukum Islam tentang seni tari, bolehkan wanita atau lelaki menari di kalangan mereka masing-masing? Bagaimana juga hukum tentang film/sinetron, novel, cerpen dan lain sebagainya?

C. Khatimah

Islam adalah agama yang menyukai keindahan dan selalu mengajak kepada keindahan dalam setiap hal. Seni, dalam hakikatnya adalah suatu karya yang mengandung keindahan, dalam hal ini Islam tidak mengingkarinya. Terdapat beberapa syarat yang harus diperhatikan dalam mengembangkan seni Islam(i), yaitu:

  1. Seni Islam harus menjadikan akhlaq sebagai acuan keindahan seni itu sendiri, maksudnya bahwa seni harus berdasarkan acuan akhlak Islam.
  2. Kaidah yang menjadi barometer segala bentuk seni,

حسنُه حسن و قبيحه قبيح

Jika indah katakan indah, Jika jelek katakan jelek.

  1. Al-Quran sendiri dalam ayat-ayat yang dikandungnya banyak menyinggung keindahan, kerapihan, ketelitian, keteraturan yang kemudian memberikan keindahan, menggugah semangat, memberikan ketenangan bathin. Seperti keindahan alam raya. Keteraturan jagat alam semesta dll.
  2. Apabila keindahan dalam seni mengandung hal-hal negatif (kejelekan), baik kejelekan yang nampak atau maknawi, maka ia tidak termasuk dalam keindahan (seni) yang dibolehkan.
  3. seni apabila bertujuan untuk memberikan ketenangan fikiran, membangkitkan semangat yang mati, maka ia dibolehkan. Tetapi apabila yang terjadi adalah sebaliknya, bertujuan membangkit syahwat duniawi, atau malah tidak mempunyai tujuan sama sekali, sehingga seni tadi tidak berfungsi tuk membangun kehidupan bahkan menghancurkannya, ketika itu Islam tidak lagi menyebutnya sebagai sebuah seni tapi lahwun.
  4. Musik atau nyanyian yang dilantunkan dengan suara yang indah dan mengandung lirik yang baik bahkan membangun, Islam tidak melarangnya selama tidak bertentangan dengan akhlaq. Sebagaimana yang terdapat dalam riwayat Rosulullah s.a.w bahwasannya Rosulullah memuji keindahan suara Abu Musa Al-Asy'ari –yang memang memiliki suara indah- ketika "menyanyikan"/ melantunkan ayat-ayat Al-Quran. Begitu juga dengan riwayat yang menyebutkan bahwa Rosulullah mempersilahkan dua orang hamba perempuan bernyanyi.
  5. Tarian, Islam membedakan antara tarian laki-laki dan tarian perempuan. Tarian-tarian daerah atau tarian-tarian negeri yang dilaksanakan oleh para lelaki adalah hal yang dibolehkan dalam Islam. Rosul pun membolehkan sayyidah Aisyah tuk melihat tarian orang-orang Habasyi pada hari raya. Sedangkan tarian perempuan, bila dilaksanakan dihadapan perempuan, hal ini dibolehkan. Tapi pabila dilaksanakan dihadapan para laki-laki, ini yang tidak dibenarkan dalam Islam.
  6. Drama, film, atau sinetron yang mempunyai peranan positif dalam kehidupan bermasyarakat dan tidak berlebihan, dibolehkan dalam Islam.

2 komentar:

  1. menurutku pada dasarnya semua seni itu bertujuan baik, kejelekan yang terjadi mungkin tergantung ke orang yang memainkan/menjalankan seni itu. Bagaimana Islam memandang hal ini?

    BalasHapus
  2. sebagaimana ilmu ada yang mengatakan bahwa ilmu bebas nilai. Demikian pula seni, sehingga ada istilah seni untuk seni. Islam memandang seni harus sejalan dengan syariat, tapi yang berpendapat seni untuk seni menganggap seni harus bebas sebebas-bebasnya. Justru pendapat ini yang berkembang kuat di Indonesia.

    BalasHapus